Jumat, 04 Juli 2014

Si Ikan Unik! Ikan Mola-mola (Sunfish)


Nama Mola berasal dari bahasa Latin "millstone" yang artinya "batu gerinda", karena bentuk ikan ini menyerupai batu, dengan warna abu abu, tekstur kasar dan bentuk badan bulat.
Mola-mola adalah ikan bertulang terberat di dunia dengan berat rata-rata 2,2 ton. Bahkan yang ikan Mola-mola terbesar pernah tercatat dengan berat yang mencapai 5,1 ton.

Tulang Ikan Mola-mola

Mola-mola adalah ikan bertulang terbesar di dunia. Panjang dan lebarnya sekitar 3 – 4 meter. Beratnya bisa mencapai 1000 kg - 2300 kg
Dalam bahasa Inggris ikan Mola-mola disebut ‘Sunfish’, karena ikan ini mempunyai kegemaran berjemur di terik matahari dipermukaan air laut.
Mola-mola disebut ikan Matahari karena suka berjemur. Pada siang hari, ia naik ke permukaan laut yang lebih dangkal. Lalu, posisi tubuhnya seperti tiduran. Saat itulah ia menyerap sinar matahari ke dalam tubuhnya. Gunanya, untuk mengembalikan suhu tubuhnya.
Mola-mola memang tidak tahan dingin. Malam hari, ia mampu menyelam hingga kedalaman 600 meter. Tetapi, di pagi hari, ia harus berjemur. Itulah sebabnya, Mola-mola hidup di perairan tropis dan bersuhu hangat. Kalau suhu di bawah 12ÂșC, ia menderita dan bisa mati.

Mola mola sangat membenci parasit, oleh karena itu dia mempunyai cara bervariasi untuk menghilangkannya. Salah satu caranya dengan mendatangi area seperti Bali dimana ikan-ikan terumbu karang akan memakani parasit yang ada di tubuh mereka, hal lainya seperti berjemur di permukaan dan menarik burung camar laut, atau melompat keluar dari air dan memukul permukaan cukup keras untuk mengeluarkan parasit.
Di kulit Mola-mola, hidup sekitar 40 jenis parasit. Makanya, saat berjemur, ia juga sambil “mandi” membersihkan parasitnya. Caranya, saat berjemur, ikan-ikan pembersih dan burung-burung laut mengerumuninya. Mereka memakan parasit-parasit di tubuhnya.
Mola-mola bagaikan Matahari yang membuat pariwisata Nusa Penida, Bali semakin cerah ceria. Karena itu, pemerintah Provinsi Bali ingin melindungi mola-mola di Nusa Penida. Caranya, meneliti populasi mola-mola di Nusa Penida, menjaga kebersihan laut, dan memberi peraturan pada wisatawan yang ingin melihat mola-mola.
Mola mola bisa berbahaya ketika mereka melompat keluar dari air, karena dulu mereka pernah melompat dan mendarat di atas kapal.

Larva yang baru menetas mola mola hanya berukuran 2,5 mm

Di Perancis,Jerman, Belanda, Portugal dan Rusia ini disebut "Moon Fish" yang mengacu pada bentuknya yang menyerupai bulan.
Mola mola senang memakan ubur ubur tetapi untuk ukuran tubuh Mola-mola, harus mengkonsumsi dalam jumlah banyak karena ubur-ubur mengandung gizi yang sangat rendah. Selain ubur-ubur, ikan mola juga memakan kepiting, cumi-cumi, dan sebagainya.
Mola-mola remaja mempunyai bentuk menyerupai pufferfish dan mempunyai 2 sirip dada, sirip ekor dan tubuh berduri.

Tergantung dari ukurannya, Mola-mola cenderung jinak, dan tidak pernah menyerang penyelam - malah mereka penasaran dengan apapun yang berenang mendekati mereka.
Para peneliti mempercayai bahwa kebiasaan mola mola berjemur adalah metode pemanasan mereka untuk menyelam lebih dalam di air dingin.
Penjualan daging mola mola dilarang di Uni Eropa meskipun dianggap makanan lezat di bagian-bagian tertentu Asia.

Selasa, 01 Juli 2014

Manfaat Mengunyah Permen Karet

Permen Karet Banyak Manfaatnya


Termasuk penggemar permen karet? Bersyukurlah, karena disamping rasanya yang manis, ternyata permen yang dipopulerkan oleh tentara Amerika saat Perang Dunia ke-2 ini juga punya banyak manfaat. Karena setelah dilakukan penelitian, permen karet memiliki banyak manfaat.

Baik Untuk Pencernaan (Meningkatkan Motilitas Usus)
Pernah diadakan sebuah penelitian terhadap dua jenis pasien. Pertama, yang mengunyah permen karet sehari setelah menjalani operasi, selama 45 menit lainnya. Kedua, tentu pasien yang melakukan hal sebaliknya. Pasien jenis pertama, memproduksi gas lebih sedikit, dan berkurangnya keluhan nggak nyaman setelah operasi, seperti mual atau muntah. Pada akhirnya, pasien jenis pertama ini keluar lebih dulu dari rumah sakit.
Ketika mengunyah permen karet, anda akan mengeluarkan banyak liur dan membuat kita sering menelan. Air liur yang turun kedalam perut akan mencegah terjadinya asam lambung.

Mengencangkan Kulit Wajah
Pernah dengar yang namanya senam muka? Senam muka dilakukan untuk melatih elastisitas kulit dan peredaran darah di wajah kita. Mengunyah permen karet pun, ternyata termasuk dalam senam muka. Karena kita menggerakkan otot rahang yang kemudian berlanjut pada gerakan mulut dan bibir.
Hasil penelitian seorang ahli dari Amerika, mengunyah permen karet setiap hari selama 15menit dapat bermanfaat bagi kecantikan. Saat mengunyah, otot-otot wajah kita bergerak hal ini dapat mengencangkan kulit wajah sehingga memperlambat keriput diwajah.


Manfaat terhadap otak
·         Mengunyah akan merangsang sinyal dibagian otak tengah
·         Permen karet dapat menambah kekuatan konsentrasi
Percaya atau tidak ternyata dengan mengunyah permen karet kita bisa menjad lebih konsentrasi dalam belajar maupun mengerjakan tugas saat bekerja. Hal itu disebabkan karena ketika mengunyah permen karet rongga mulut melakukan gerakan menggigit berulang-ulang yang kemudian memperlancar aliran darah. Darah inilah yang membawa asupan oksigen ke otak dan menjadikan kita lebih berkonsentrasi.
Sebuah penelitian di tahun 2002 menemukan bahwa mengunyah permen karet menstimulasi beberapa daerah di otak. Kondisi ini, bisa mengurangi stres, serta lebih mudah menyerap dan menyimpan informasi di otak lebih lama.
Berdasarkan penelitian bersama University of Northumbria dan Cognitive Research Unit di Inggris membuktikan bahwa mengunyah permen karet dapat meningkatkan daya ingat. Hal tersebut didasarkan pada dua teori. Pertama, bahwa mengunyah akan meningkatkan detak jantung dan menyebabkan lebih banyak oksigen (O2) dan nutria yang dipompa ke otak. Kedua, mengunyah akan meningkatkan produksi insulin, merangsang bagian otak yang berhubungan dengan daya ingat.

Menurunkan berat badan
Mengunyah permen karet dapat menbantu membakar kalori, terutama jika ang dipilih adalah permen karet yang bebas gula. Selain itu dengan mengunyah permen karet dapat mengontrol rasa lapar sehingga sangat baik bagi yang sedang melakukan diet.

Mengurangi stress dan membantu melepas tensi
Saat mengunyah permen karet otot menjadi tidak tegang dan melepaskan tensi serta membantu anda merasa nyaman dari kondisi stress.

Manfaat diatas dapat kita peroleh jika kita mengkonsumsi permen karet dalam jumlah dan jenis yang benar. Karena bila salah pilih dan tidak beraturan maka kerugian yang kita dapat antara lain :
·         Merusak Gigi
Pada waktu mengunyah permen karet, gula tinggal didalam rongga mulut dalam waktu lama, maka bakteri dalam rongga mulut akan merubah gula menjadi asam yang mengurai kalsium gigi (email gigi) sehingga merusak email gigi.
·         Merusak Tambalan Gigi
Hasil riset di Swiss menunjukan, sering mengunyah permen karet dapat merusak bahan tambalan gigi. Karena mengunyah permen karet dapat mengurai senyawa air raksa. Selain berakibat tambalan gigi rusak ternyata penguraian air raksa juga dapat meningkatkan jumlah kandungan air raksa dalam darah dan air kemih. Kelebihan air raksa tersebut dapat berpengaruh pada otak, susunan syaraf pusat dan ginjal. Bagi anak-anak, terlalu sering mengunyah permen karet dalam waktu lama akan menjadikan kebiasaan menggertakan gigi dan tidak jarang terbawa saat tidur karena oto-otot mulut dalam keadaan tegang sehingga mengganggu kualitas tidur mereka.
·         Bentuk Wajah Kotak
Bagi para remaja, terlalu sering mengunyah permen karet dapat beresiko memiliki bentuk wajah segiempat karena otot-otot wajah terlalu tertatih sehingga pertumbuhannya sangat cepat.


Tips mengonsumsi permen karet dengan baik
·         Sebaiknya bagi seseorang yang menggunakan tambalan gigi dengan bahan air raksa tidak mengonsunsi permen karet jika ingin tambalan giginya tidak rusak.
·         Para ahli menyarankan agar anak-anak tidak mengunyah permen karet lebih dari 3-4 kali sehari dan tidak melampaui 10-15 menit.
·         Pilihlah permen karet yang mengandung xylitol dibanding pemanis lain. Karena xylitolmemiliki rasa dan nilai gizi yang sama dengan gula namun tidak dapat difermentasi menjadi asam sehingga aman untuk gigi. Meskipun untuk mendapatkannya kita harus membayar sedikit mahal namun pertimbangkan keuntungannya. Selain menjaga mulut dan gigi tetap sampai tua, ternyata sejumlah peneliti menyebutkan, xylitol mampu menghambat laju osteoporosis, mencegah sakit telinga pada anak-anak dan meningkatkan kekebalan tubuh. Maka, tidak heran jika dalam setiap penerbangan penumpang selalu diberi permen karet untuk melindungi telinga dari kebisingan mesin pesawat.
·         Konsumsilah permen karet secara beraturan, bisa dilakukan setelah ngemil untuk membersihkan sisa makanan. Biasakan tidak mengonsumsi lebih dari 3x sehari dan tidak mengunyahnya lebih dari 15 menit.




Tugas IBD ke-4: Perilaku Masyarakat dalam Perubahan Sosial Budaya di Era Globalisasi

A. Modernisasi
Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sebagai suatu bentuk perubahan sosial, modernisasi biasanya merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana. Perencanaan sosial (social planning) dewasa ini menjadi ciri umum bagi masyarakat atau negara yang sedang mengalami perkembangan. Suatu perencanaan sosial haruslah didasarkan pada pengertian yang mendalam tentang bagaimana suatu kebudayaan dapat berkembang dari taraf yang lebih rendah ke taraf yang lebih maju atau modern. Di Indonesia, bentuk-bentuk modernisasi banyak kita jumpai di berbagai aspek kehidupan masyarakatnya, baik dari segi pertanian, industri, perdagangan, maupun sosial budayanya. Salah satu bentuk modernisasi di bidang pertanian adalah dengan adanya teknik-teknik pengolahan lahan yang baru dengan menggunakan mesin-mesin, pupuk dan obat-obatan, irigasi teknis, varietas-varietas unggulan baru, pemanenan serta penanganannya, dan sebagainya. Semua itu merupakan hasil dari adanya modernisasi. Pada gambar berikut terlihat adanya kemajuan atau modernisasi dalam hal pemanenan hasil pertanian. Pada gambar (a) terlihat bahwa pengolahan hasil panen masih dilakukan secara manual; pada gambar (b) terlihat bahwa petani setempat mulai menggunakan teknologi sederhana dalam pengolahan hasil panennya; dan pada gambar (c) terlihat bahwa proses pemanenan dan pengolahan hasil panen dilakukan dengan menggunakan alat pertanian yang canggih sehingga proses pemanenan dan pengolahannya dapat dilakukan sekaligus.Berbagai bidang tersebut dapat berkembang melalui serangkaian proses yang panjang sehingga mencapai pola-pola perilaku baru yang berwujud pada kehidupan masyarakat modern. Sayangnya, penggunaan istilah modernisasi banyak disalahartikan sehingga sisi moralnya terlupakan. Banyak orang yang menganggap modernisasi hanya sebatas pada suatu kebebasan yang bersifat keduniawian. Tidak mengherankan juga bila banyak anggota masyarakat yang salah melangkah dalam menyikapi atau memahami tentang konsep modernisasi.
Untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian dan kesalahan pemahaman tentang modernisasi, maka secara garis besar istilah modern dapat diartikan berikut ini.
1. Modern berarti kemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya taraf penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
2. Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup. Agar modernisasi (sebagai suatu proses) tidak mengarah ke angan-angan belaka, maka modernisasi harus mampu memproyeksikan kecenderungan yang ada dalam masyarakat sekarang ke arah waktu-waktu yang akan datang.
Proses modernisasi tidak serta merta terjadi dengan sendirinya. Modernisasi dapat terjadi apabila ada syarat-syarat berikut ini.
1)    Cara berpikir yang ilmiah yang melembaga dalam kelas penguasa maupun masyarakat.
2)   Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
3)   Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur.
4)   Penciptaan iklim yang menyenangkan dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
5)   Tingkat organisasi yang tinggi, terutama disiplin diri.
6)   Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
Hal yang harus kalian pahami adalah bahwa modernisasi berbeda dengan westernisasi. Jika modernisasi adalah suatu bentuk proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara yang lebih maju; westernisasi adalah proses peniruan oleh suatu masyarakat atau negara terhadap kebudayaan dari negara-negara Barat yang dianggap lebih baik dari budaya daerahnya. Berdasarkan hal tersebut, pengertian modernisasi lebih baik daripada westernisasi. Akan tetapi, bersamaan dengan proses modernisasi biasanya juga terjadi proses westernisasi, karena perkembangan masyarakat modern itu pada umumnya terjadi di dalam kebudayaan Barat yang tersaji dalam kemasan Barat pula.


B. Globalisasi
Istilah globalisasi berasal dari kata global atau globe (globe = bola dunia; global = mendunia). Berdasarkan akar katanya tersebut, dapat diartikan globalisasi sebagai suatu proses masuk ke lingkungan dunia. Pada era modern ini harus diakui bahwa peradaban manusia telah memasuki tahapan baru, yaitu dengan adanya revolusi komunikasi. Dengan cepat, teknik dan jasa telekomunikasi yang memanfaatkan spektrum frekuensi radio dan satelit ini telah berkembang menjadi jaringan yang sangat luas dan menjadi vital dalam berbagai aspek kehidupan dan keselamatan bangsa-bangsa di dunia. Pemanfaatan jasa satelit tidak semata-mata untuk usaha hiburan, namun berkembang secara meluas dan digunakan dalam teknologi pertelevisian, komunikasi, komputer, analisis cuaca, hingga penggunaan untuk survei sumber daya alam. Contoh paling mudah adanya pengaruh globalisasi adalah adanya siaran langsung televisi antarnegara. Hal-hal yang sedang terjadi di negara lain, misalnya final Piala Dunia di Jerman dapat kita ketahui pada saat yang bersamaan. Dalam hal ini definisi berita yang biasanya diartikan sebagai suatu peristiwa yang telah terjadi berubah menjadi suatu peristiwa yang sedang terjadi. Contoh lain adalah internet. Internet merupakan hasil penggabungan kemajuan teknologi komputer dengan kemajuan teknologi komunikasi yang dianggap sebagai bentuk revolusi di kedua bidang tersebut. Dengan kemampuan pembaruan data yang cepat, internet berkembang sebagai “jendela dunia” yang up to date. Melalui internet, banyak kemudahan yang dapat kalian peroleh tanpa harus berurusan dengan birokrasi antarnegara. Pengiriman surat, data, atau dokumen-dokumen penting ke berbagai penjuru dunia dapat dilakukan dalam hitungan detik.
Bebas, terbuka, langsung, dan tanpa mengenal batas negara merupakan ciri era komunikasi global. Semua kalangan bisa berhubungan dengan jaringan internet, termasuk di dalamnya jaringan-jaringan yang tidak layak atau menyesatkan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita. Kondisi tersebut hanya sebagian kecil contoh globalisasi. Artinya, hubungan antarmanusia tidak lagi dibatasi aturan atau wilayah negaranya saja, namun mulai mengikuti aturan internasional yang berkembang di dunia. Adanya hubungan yang mendunia ini dipengaruhi oleh adanya saluran-saluran pendukung proses globalisasi berikut ini.
1. Saluran pergaulan; adanya kontak kebudayaan dan saling mengunjungi antarwarga negara akan memudahkan seseorang mempelajari dan mengerti kebudayaan asing. Bentuk pertukaran pelajar, home stay, pertukaran misi kebudayaan, penyerapan tenaga kerja asing, dan sebagainya membuat seseorang tidak hanya tinggal di negara lain, tetapi secara sadar atau tidak ia akan menyerap kebiasaan dan pola kehidupan masyarakat setempat.
2. Saluran teknologi; berbagai peralatan teknologi merupakan saluran globalisasi yang membawa pengaruh yang sangat besar. Seperti telah diungkapkan sedikit pada bagian awal, saluran teknologi ternyata memiliki potensi perubahan yang sangat besar bagi masyarakat penggunanya.
3. Saluran ekonomi; produk-produk baru dapat dengan cepat diinformasikan pada konsumen. Hal ini akan mempercepat pola penawaran dan permintaan di pasar. Bahkan, saat ini sistem bisnis melalui multimedia sudah banyak dilaku-kan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, misalnya dengan cara telemarketing, baik melalui pesawat telepon maupun internet. Kekayaan dan utang suatu negara dapat diketahui dan dibandingkan dengan kondisi di negara lain, sehingga hampir tidak ada rahasia yang dapat tertutup rapat.
4. Saluran media hiburan; produk-produk hiburan seperti film , lagu, dan berbagai jenis produk permainan/games yang beredar dapat memengaruhi mental masyarakat. Sektor ini perlu diwaspadai dalam upaya pembinaan dan perlindungan generasi muda dari degradasi moral.



C. Dampak Modernisasi dan Globalisasi

1. Tanggapan dan Kecenderungan Perilaku Masyarakat terhadap Modernisasi dan Globalisasi
Saat memasuki era milenium ketiga ini, tampaknya arus modernisasi dan globalisasi tidak akan dapat dihindari oleh negara-negara di dunia dalam berbagai aspek kehidupannya. Menolak dan menghindari modernisasi dan globalisasi sama artinya dengan mengucilkan diri dari masyarakat internasional. Kondisi ini tentu akan menyulitkan negara tersebut dalam menjalin hubungan dengan negara lain. Berbagai tanggapan dan kecenderungan perilaku masyarakat dalam menghadapi arus modernisasi dan globalisasi. Secara garis besar dapat dibedakan menjadi sikap positif dan sikap negatif berikut ini.
a.Sikap Positif
Sikap positif menunjukkan bentuk penerimaan masyarakat terhadap arus modernisasi dan globalisasi. Sikap positif mengandung unsur-unsur sebagai berikut.
1) Penerimaan secara terbuka (open minded); sikap ini merupakan langkah pertama dalam upaya menerima pengaruh modernisasi dan globalisasi. Sikap terbuka akan membuat kita lebih dinamis, tidak terbelenggu hal-hal lama yang bersikap kolot, dan akan lebih mudah menerima perubahan dan kemajuan zaman.
2) Mengembangkan sikap antisipatif dan selektif; sikap ini merupakan kelanjutan dari sikap terbuka. Setelah kita dapat membuka diri dari hal-hal baru, langkah selanjutnya adalah kita harus memiliki kepekaan (antisipatif) dalam menilai hal-hal yang akan atau sedang terjadi
kaitannya dengan pengaruh modernisasi dan globalisasi. Sikap antisipatif dapat menunjukkan pengaruh yang timbul akibat adanya arus globalisasi dan modernisasi. Setelah kita mampu menilai pengaruh yang terjadi, maka kita harus mampu memilih (selektif) pengaruh mana yang baik bagi kita dan pengaruh mana yang tidak baik bagi kita.
3) Adaptif, sikap ini merupakan kelanjutan dari sikap antisipatif dan selektif. Sikap adaptif merupakan sikap mampu menyesuaikan diri terhadap hasil perkembangan modernisasi dan globalisasi. Tentu saja penyesuaian diri yang dilakukan bersifat selektif, artinya memiliki pengaruh positif bagi si pelaku.
4) Tidak meninggalkan unsur-unsur budaya asli, seringkali kemajuan zaman mengubah perilaku manusia, mengaburkan kebudayaan yang sudah ada, bahkan menghilangkannya sama sekali. Kondisi ini menyebabkan seseorang/masyarakat kehilangan jati diri mereka, kondisi ini harus dapat dihindari. Semaju apa pun dampak modernisasi yang kita lalui, kita tidak boleh meninggalkan unsur-unsur budaya asli sebagai identitas diri. Jepang merupakan salah satu negara yang modern dan maju, namun tetap mempertahankan identitas diri mereka sebagai masyarakat Jepang.

b.Sikap  Negatif
Berbeda dari sikap positif yang menerima terjadinya perubahan akibat dampak modernisasi dan globalisasi, sikap negatif menunjukkan bentuk penolakan masyarakat terhadap arus modernisasi dan globalisasi. Sikap negatif mengandung unsur-unsur berikut ini.
1) Tertutup dan was-was (apatis); sikap ini umumnya dilakukan oleh masyarakat yang telah merasa nyaman dengan kondisi kehidupan masyarakat yang ada, sehingga mereka merasa was-was, curiga, dan menutup diri dari segala pengaruh kemajuan zaman. Sikap seperti ini pernah ditunjukkan oleh negara Cina dengan politik Great Wall-nya. Sikap apatis dan menutup diri ini tentu juga kurang baik, karena sikap ini akan menjauhkan diri dari kemajuan dan perkembangan dunia, kondisi ini akan menyebabkan masyarakat negara lain yang terus tumbuh dan berkembang seiring dengan kemajuan zaman.
2) Acuh tah acuh; sikap ini pada umumnya ditunjukkan oleh masyarakat awam yang kurang memahami arti strategis modernisasi dan globalisasi. Masyarakat awam pada umumnya tidak terlalu repot mengurusi dampak yang akan ditimbulkan oleh modernisasi dan globalisasi. Mereka pada umumnya memercayakan sepenuhnya pada kebijakan pemerintah atau atasan mereka (hanya sebagai pengikut saja). Sikap ini cenderung pasif dan tidak memiliki inisiatif.
3) Kurang selektif dalam menyikapi perubahan modernisasi; sikap ini ditunjukkan dengan menerima setiap bentuk hal-hal baru tanpa adanya seleksi/filter. Kondisi ini akan menempatkan segala bentuk kemajuan zaman sebagai hal yang baik dan benar, padahal tidak semua bentuk kemajuan zaman sesuai dengan budaya masyarakat kita. Jika seseorang atau suatu masyarakat hanya menerima suatu modernisasi tanpa adanya filter atau kurang selektif, maka unsur-unsur budaya asli mereka sedikit demi sedikit akan semakin terkikis oleh arus modernisasi yang mereka ikuti. Akibatnya, masyarakat tersebut akan kehilangan jati diri mereka dan ikut larut dalam arus modernisasi yang kurang terkontrol.

2. Akibat Modernisasi dan Globalisasi terhadap Budaya Indonesia
Suatu kemajuan akan menghasilkan dampak positif dan negatif. Hal ini harus dapat kalian sadari betul agar dapat meminimalkan dampak negatif yang merugikan serta memaksimalkan dampak positif yang menguntungkan.
a. Akibat  positif  globalisasi
1) Semakin dipercayanya kebudayaan Indonesia; dengan adanya internet, kalian bisa mengetahui kebudayaan-kebudayaan bangsa lain, sehingga dapat dibandingkan ragam kebudayaan antarnegara, bahkan dapat terjadi adanya akulturasi budaya yang akan semakin memperkaya kebudayaan bangsa. Dengan memperbandingkan itu pula kalian dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan budaya Indonesia bila dibandingkan dengan kebudayaan bangsa-bangsa lain.
2) Ragam kebudayaan dan kekayaan alam negara Indonesia lebih dikenal dunia; dulu mungkin masyarakat Eropa hanya mengenal Bali sebagai objek wisata di Indonesia. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi, masyarakat Eropa mulai mengenal keindahan alam Danau Toba di Sumatra Utara, panorama Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara, keaslian alam Perairan Raja Ampat di Papua, kelembutan tari Bedoyo Ketawang dari Solo (Jawa Tengah), keanggunan tari Persembahan dari Sumatra Barat, atau kemeriahan tari Perang dari suku Nias di Sumatra Utara.
b . Akibat Negatif Globalisasi
1) Munculnya guncangan kebudayaan (cultural shock); guncangan budaya umumnya dialami oleh golongan tua yang terkejut karena melihat adanya perubahan budaya yang dilakukan oleh para generasi muda. Cultural Shock dapat diartikan sebagai ketidaksesuaian unsur-unsur yang saling berbeda sehingga menghasilkan suatu pola yang tidak serasi fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan. Perubahan unsur-unsur budaya seringkali ditanggapi oleh masyarakat dengan beragam. Bagi masyarakat yang belum siap menerima perubahan-perubahan yang terjadi maka akan timbul goncangan (shock) dalam kehidupan sosial dan
budayanya yang mengakibatkan seorang individu menjadi tertinggal atau frustasi. Kondisi demikian dapat menyebabkan timbulnya suatu keadaan yang tidak seimbang dan tidak serasi dalam kehidupan. Contoh: di era globalisasi ini unsur-unsur budaya asing seperti pola pergaulan hedonis (memuja kemewahan), pola hidup konsumtif sudah menjadi pola pergaulan dan gaya hidup para remaja kita. Bagi individu atau remaja yang tidak siap dan tidak dapat menyesuaikan pada pola pergaulan tersebut, mereka akan menarik diri dari pergaulan atau bahkan ada yang frustasi sehingga menimbulkan tindakan bunuh diri atau perilaku penyimpangan yang lain.
2) Munculnya ketimpangan kebudayaan (cultural lag); kondisi ini terjadi manakala unsur-unsur kebudayaan tidak berkembang secara bersamaan, salah satu unsur kebudayaan berkembang sangat cepat sedangkan unsur lainnya mengalami ketertinggalan. Ketertinggalan yang terlihat mencolok adalah ketertinggalan alam pikiran dibandingkan pesatnya perkembangan teknologi, kondisi ini terutama terjadi pada masyarakat yang sedang berkembang seperti Indonesia. Untuk mengejar ketertinggalan ini diperlukan penerapan sistem dan pola pendidikan yang berdisiplin tinggi. Contoh: Akibat kenaikan harga BBM pemerintah mengkonversi bahan bakar minyak menjadi gas dengan cara mensosialisasikan tabung gas ke masyarakat. Namun berhubung sebagian masyarakat belum siap, terkait dengan kenyamanan dan keamanan penggunaan tabung gas maka masyarakat kebayakan menolak konversi tersebut. Kondisi demikian menunjukkan adanya ketertinggalan budaya (cultural lag) oleh sebagian masyarakat terhadap perubahan budaya dan perkembangan kemajuan teknologi.



Tugas IBD ke-3: Perang Antar Suku

Perang Antar Suku di Papua

Perang Antar Suku dan Penyebabnya

Tanah Papua merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang masih menyimpan berbagai macam permasalahan sosial. Salah satu masalah sosial yang sampai sekarang telah ada dan masih terjadi adalah konflik sosial. Konflik sosial yang terjadi di Tanah Papua sangat beragam dan mencakup semua lini kehidupan, mulai dari aspek sosial, budaya, politik dan ekonomi. Konflik sosial yang terjadi di Tanah Papua pada beberapa tahun belakangan ini juga tidak terlepas dari pokok permasalahan tersebut, utamanya adalah konflik sosial yang dipicu oleh perbedaan suku, budaya dan golongan atau kelompok, sesuai dengan karakteristik dan dianggapnya sebagai salah satu permasalahan yang dapat merugikan dan mengganggu bahkan melanggar aturan dan norma yang berlaku pada suku-suku yang ada.  Masalah persinahan atau perselingkuhan, pembunuhan, kematian tidak wajar, dan rasa dendam yang mendalam merupakan salah satu penyebab perang suku di daerah Pedalaman Papua. Disamping itu konflik internal antar suku yang terjadi di waktu lampau juga menjadi salah satu faktor penyebab perang suku dan kelompok di daerah pedalaman papua  yang dapat menyebabkan kerugian secara fisik maupun materi lainnya.  Konflik sosial yang ada di daerah ini sering disebut sebagai perang suku atau Dani wim dan Amungme wem, sebab perang suku yang terjadi adalah antara suku-suku asli Papua yang mendiami daerah tersebut yaitu Suku Dani, Suku Nduga, Suku Dem,  Suku Damal/ Amungme, Suku Moni, Suku Wolani serta Suku Ekari/Me, dan suku-suku lainnya. Suku-suku tersebut merupakan suku-suku yang mempunyai tradisi perang yang sangat kuat.


Perdamaian Perang Suku yang Keliru
Pedamaian perang suku yang dilakukan oleh Pemda, Lembaga Kemasyarakatan dan gereja pada dasarnya memiliki pola pemahaman dan penanganan yang sama. Perang suku dilihat sebagai suatu tindakan yang negative, sebagai suatu kriminalitas, yang bertentangan dengan hukum-hukum positif maupun hukum-hukum agama. Karena pemahaman semacam ini, perang suku harus dihentikan dan ditiadakan. Dengan pemahaman semacam ini, peran ketiga lembaga di atas tidak lebih dari seorang polisi penjaga, yang melerai dan menghentikan pertikaian.
Anehnya, sekalipun ketiga lembaga itu melihat perang sebagai sesuatu yang negative, tetapi  dalam upaya mereka untuk menghentikan dan meniadakan perang suku, ketiganya justru memanfaatkan mekanisme penyelesaian perang secara adat yaitu membayar ganti rugi kepada pihak korban disertai upacara bakar batu. Ketiga lembaga itu percaya bahwa perang suku baru akan berhenti ketika pihak-pihak yang bertikai melakukan pembayaran ganti rugi kepada pihak korban disertai upacara bakar batu.  Pengakuan terhadap nilai-nilai kultural serta digunakannya nilai-nilai tersebut untuk menyelesaikan perang suku, tentu merupakan suatu hal yang sangat penting dan bermanfaat. Terbukti, suatu perang suku baru bisa dihentikan ketika pokok perang membayar ganti rugi serta upacara bakar batu dilaksanakan. Akan tetapi pola penanganan semacam ini punya dua kelemahan yang mendasar.  Pertama, pola penanganan semacam ini bersifat parsial. Artinya, penanganan semacam ini hanya effektif untuk satu kasus. Ketika kasus yang lain muncul maka perang akan muncul kembali. Kelemahan ini sudah terbukti dalam sejarah. Meskipun perdamaian secara adat telah sering dilakukan untuk menghentikan dan mendamaikan pihak-pihak yang terlibat dalam perang suku, akan tetapi ketika masalah yang baru muncul maka perang kembali terjadi. Kenyataan seperti ini memperlihatkan bahwa upacara membayar ganti rugi dan upacara bakar batu bukan suatu bentuk penyelesaian konflik yang bersifat preventif. Padahal, ketika perang dilihat sebagai sesuatu yang negative, diperlukan suatu mekanisme penyelesaian perang suku yang bersifat preventif sehingga perang tidak terus menerus terulang.
Kedua, penanganan secara adat justru akan semakin memperkokoh keutamaan kategorisasi (kelompok) sosial. Padahal kategorisasi sosial justru menjadi penyebab utama dari berbagai konflik sosial. Ketika keutamaan dari kategorisasi sosial ini terus-menerus dikukuhkan, itu berarti konflik sosial antar kategorisasi sosial akan terus terulang. Atau, dengan kata lain ketika nilai-nilai kultural setiap suku yang ada di pedalaman papua terus menerus dipertahankan dan mendapat legalitas secara politik maupun religious maka perang antar suku akan terus menerus terjadi.
Bagi penulis kedua kelemahan itu memunculkan suatu tanya: kenapa pembayaran ganti rugi dan upacara bakar batu—yang secara historis tidak mampu menyelesaikan konflik secara permanen dan justru semakin memperkokoh penyebab utama perang suku yaitu keutamaan kategorisasi social—terus menerus dilakukan ? adakah berbagai kepentingan yang bermain dibalik perang suku dan upacara bakar batu ? Penulis melihat adanya beberapa indicator yang mengarah kepada hal itu, yaitu:
1.      Secara ekonomis, perang suku dan upacara bakar batu selalu menghabiskan biaya yang tidak kecil. Setiap terjadi perang, harta benda yang menjadi korban atau dikorbankan tidaklah sedikit dan biaya pembayaran ganti rugi dan upacara pelaksanaan bakar batu bias mencapai Rp 500.jt,.( lima ratus juta) sampai Rp.1.m,- (satu meliar). Kenyataan semacam ini akan berdampak terjadinya kemiskinan di antara masyarakat Papua.  Akibat lebih lanjut dari kemiskinan ini ialah masyarakat papua akan kesulitan dalam mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki sehingga citra sebagai “masyarakat termiskin’ di Indonesia terus dipertahankan.
2.      Aspek ekonomis itu pada gilirannya juga berdampak secara politis.  Ada dua dampak politis yang bias dilihat. a). jika citra sebagai masyarakat termiskin bisa dipertahankan dalam jangka waktu yang semakin lama, maka akan memunculkan sebuah citra baru bagi masyarakat Papua, yaitu citra sebagai masyarakat yang tergantung  pada pihak lain.  Jika persoalan ini dikaitkan dengan persoalan politik yang terus bergejolak di Papua, akan menjadi alat yang akan meredam keinginan sebagian masyarakat Papua untuk merdeka.  Bagaimana mereka bisa merdeka, jika hidup mereka masih sangat tergantung pada pihak lain?  B). Masih dalam kaitannya dengan pergolakan politik di Papua, perang antar suku juga akan semakin menyulitkan keinginan sebagian masyarakat Papua untuk merdeka. Bagaimana mereka bisa merdeka, ketika pikiran, tenaga dan sumber-sumber ekonomi yang mereka miliki senantiasa dipusatkan untuk berperang dan mengatasinya ?
3.      Aspek Hak Asasi Manusia. Setiap terjadi perang, satu-persatu masyarakat Papua meninggal dunia sebagai korban perang. Jika perang terus menerus terjadi, pelan tapi pasti Ras Melanesia di Papua akan hilang akibat konflik di antara mereka sendiri. Jika persoalan seperti ini dikaitkan dengan persoalan diseputar penyakit AIDS yang banyak diderita oleh masyarakat Papua, maka pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah ada kepentingan genocide dibalik perang suku ?  siapakah pihak-pihak yang berkepentingan dengan itu?
Ketika, Pemerintah Daerah, Lembaga Kemasyarakatan Adat dan juga gereja terus mengupayakan penyelesaian secara adat, maka pertanyaan yang pantas diajukan kepada ketiga lembaga itu adalah apakah ketiga lembaga itu berkepentingan dengan berbagai citra yang muncul akibat adanya perang suku ? apakah mereka turut bermain di situ ? lalu apa kepentingan mereka itu ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah tugas bangsa papua yang cinta tanah Papua . pertanyaan-pertanyaan ini sebagai catatan kritis penulis bagi proses penanganan perang suku yang dilakukan oleh ketiga lembaga tadi.

Solusi yang Tepat
Menurut saya,  penanganan perang suku yang dilakukan secara adat terbukti tidak mampu mengatasi perang suku secara permanen. Penanganan yang hanya mengedepankan persoalan cultural itu justru semakin mengukuhkan penyebab utama konflik, yaitu kategorisasi social. Oleh karena itu perlu diusahakan suatu bentuk penanganan konflik yang baru.
Sebuah pertanyaan yang pantas dikedepankan dalam upaya mencari solusi terbaik bagi perang suku adalah ketika nilai-nilai kesukuan menjadi penyebab utama dari perang suku, apakah nilai-nilai kesukuan harus dihilangkan? Jawaban akan hal ini tentu bukan hal yang mudah. Sebab ketika nilai-nilai kesukuan dihilangkan, akan beresiko terjadinya ketercerabutan kultural. Untuk mengatasi hal ini, sumbangan teori identitas sosial dalam menangani konflik sosial akan sangat berguna, utamanya proposalnya tentang dekategorisasi dan rekategorisasi.
Melalui dekategorisasi, keterikatan individu dengan kelompoknya dieliminir sedemikian rupa sehingga hubungan antar individu semakin dipersonalkan. Sehingga ketika berinteraksi, setiap inidividu tidak mewakili kelompoknya, tetapi sebagai seorang individu-individu yang unik. Pun demikian dalam hal cara pandang individu terhadap yang lain. Karena individu bukan wakil suatu kelompok, maka ketika terjadi konflik antar individu, kelompok tidak turut terlibat dalam konflik. Dekategorisasi akan mempersempit wilayah konflik sehingga terbatas pada konflik antar individu.
Pada titik ini, penyelesaian konflik antar individu yang bisa memuaskan kedua belah pihak perlu dipikirkan. Sejarah perang suku dalam sepuluh tahun terakhir memperlihatkan bahwa semula perang suku terjadi karena konflik antar individu. Pihak-pihak yang terlibat konflik tidak puas dengan penyelesaian berdasarkan hukum positif. Sebab, disamping rendahnya kesadaran mereka terhadap hukum positif, mereka juga melihat bahwa hukum positif tidak mampu menggantikan sesuatu yang hilang akibat dari suatu kasus, yaitu persoalan harga diri. Sebagai ganti, mereka lebih menyukai penyelesaian berdasarkan hukum-hukum adat.  Berdasarkan pada hal ini, nilai-nilai kultural suku-suku yang ada di papua perlu dipikirkan sebagai salah satu acuan hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus yang bisa memicu lahirnya perang suku.
Jalan untuk memanfaatkan nilai-nilai kultural sebenarnya sudah terbuka lebar. Sebab pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UU no. 21 tahun 2001, bab XIV tentang kekuasaan peradilan. UU tersebut mengatakan bahwa “peradilan adalah peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat, yang mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana di antara para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.” Dan ayat 2 dikatakan “pengadilan adat di susun menurut ketentuan hukum adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan.” Mencermati isi dari ketentuan-ketentuan tersebut, akan sangat bijak ketika sebuah institusi peradilan adat yang eksistensi dan otoritasnya diakui oleh semua kelompok suku yang ada dibangun.
Suku-suku di pedalaman Papua pada dasarnya patuh pada hukum, sepanjang hukum itu memang berpihak kepada kepentingan orang banyak, diwadahi dalam, satu sistem yang profesional dan bebas dari intervensi pihak manapun, dan para penegaknya dapat menjadi suri teladan bagi masyarakat suku. Keadaan yang disebut di atas ini merupakan salah satu modal dasar yang ampuh  dalam rangka mencari kesejahtraan rakyat Papua. Di dalam hukum adat maupun hukum positif di Papua khusunya, supremasi hukum itu sendiri harus ditegakan juga agar terlihat secara nyata dalam penanganan perang. Hal ini penting mengingat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai adat masih sangat tinggi dibanding dengan kepercayaan mereka terhadap hukum positif.
Dekategorisasi sebenarnya merupakan suatu usaha untuk membentuk suatu budaya baru yang lebih menonjolkan sisi individualitas manusia daripada komunalitasnya. Harus jujur diakui bahwa masalah diseputar budaya individualitas dan komunalitas merupakan persoalan yang cukup pelik dan menjadi debat yang berkepanjangan, bukan saja bagi para teoritisi tetapi juga para praktisi budaya. Tanpa bermaksud terlibat dalam debat tersebut, untuk kepentingan tulisan ini cukup dikatakan bahwa dalam konteks masyarakat Papua, komunalitas yang berpusat pada ikatan-ikatan kesukuan telah menjadi persoalan serius dan berulang kali memicu lahirnya perang suku. Oleh karena itu komunalitas tersebut perlu dieliminir dengan menonjolkan sisi individualitas.
Membentuk suatu budaya baru yang menonjolkan sisi individualitas, bukan suatu usaha yang mudah. Pekerjaan semacam itu membutuhkan waktu yang cukup lama dan berkesinambungan. Ia memerlukan proses sosialisasi baik formal maupun non formal. Sadar dengan kenyataan semacam ini, dunia pendidikan di Papua akan mempunyai peran yang sangat penting dalam usaha menciptakan suatu budaya baru yang bisa mengeliminir sisi komunalitas suku-suku yang ada di sana. Dunia pendidikan perlu merancang suatu kurikulum pendidikan yang sesuai untuk tujuan tersebut.
Bersamaan dengan proses dekategorisasi dan pembangunan institusi hukum adat, proses rekategorisasi perlu dibangun. Dengan rekategorisasi berbagai kelompok suku yang ada disatukan dalam suatu kelompok yang lebih besar dengan identitas bersama yang baru. Tujuan utama yang hendak dicapai dalam proses rekategorisasi. Pertama, rekategorisasi dimaksudkan untuk mencari alternative bagi nilai-nilai yang hilang akibat proses dekategorisasi, yaitu terkikisnya ikatan-ikatan komunalitas lama dengan menciptakan ikatan-ikatan komunalitas yang baru.